Tuesday, November 29, 2016

Pengalaman Merit 360 dan Unjuk Ide di PBB


Banyak yang bertanya awalnya mengapa aku bisa ke Amerika…, atau bagaimana ceritanya bisa mewakilkan Indonesia ke PBB. Jadi bermula ketika aku mendaftar sebuah program bernama Merit 360, program ini adalah organisasi perkumpulan para changemakers di dunia yang mau kontribusi secara signifikan dalam memecahkan Sustainable Development Goals 2030.

Sebelumnya… tulisan ini adalah lanjutan dari tulisanku yang sebelumnya:

Merit 360 adalah program partially-funded yang awalnya biaya pendaftarannya mencapai 7000 euro dengan segala fasilitas yang mereka berikan. Namun akibat ketertarikanku sejak setahun sebelumnya, aku mem-bookmark programnya dan akhirnya ada penurunan biaya pendaftaran menjadi 650 euro. Disebabkan banyak organisasi yang mulai bekerjasama termasuk PBB-nya sendiri, strategic partner, media partner, dan donatur akhirnya menjadi partially funded. Meski artinya juga penerimaan jadi lebih selektif.


Karena didukung oleh orang tua, aku dan ummi pun menyusun lebih dari 50 proposal untuk disebar ke setiap institusi maupun lembaga. Termasuk mengirim surat ke istana, dan akhirnya partisipasiku didukung oleh Pak Jusuf Kalla hingga mendapatkan kiriman surat ke rumah dari Kepala Sekretaris Wakil Presiden.

Surat dari Kepala Sekretaris Wakil Presiden
Yang orang-orang pikir aku pintar atau aku banyak berkontribusi pada masyarakat, makanya aku diterima. Sejujurnya gak.. sama sekali. Aku merasa bahwa banyak teman-temanku yang bahasa inggrisnya jauh lebih fasih dan kontribusi pada masyarakatnya jauh lebih besar dariku melalui cara mereka masing-masing. Aku hanya berani mengambil risiko dan mengambil setiap kesempatan yang datang. Ini menjadi sarana pembelajaran bagiku untuk opportunity selanjutnya.

Seleksi penerimaannya juga cukup mudah, yaitu dengan seleksi berkas, seleksi ide project yang ingin diimplementasikan, wawancara online dengan robot & pembuatan video. Tidak melihat TOEFL, recommendation letter, transkrip nilai dll. (emangnya beasiswa? Hehehe).


Program ini tidak sepenuhnya di New York, melainkan lebih banyak di Equinunk Pennsylvania (12 hari di Pennsylvania, 4 hari di New York). Equinunk adalah sebuah desa yang penuh dengan padang rumput. Disana aku ditemukan dengan sekitar 17 orang dalam tim Kesehatan dan Kesejahteraan. 16 dari 17 orang itu adalah mahasiswa kedokteran bahkan sudah menjadi dokter. Hanya aku dan Hassan yang bukan kedokteran. Aku psikologi dan dia jurusan teknik kimia.

Dalam menyusun program bersama untuk dipresentasikan di PBB, terdapat 3 component. Yang setiap component, formatnya beda-beda. Awalnya aku sama sekali tidak mengerti apa yang tim bicarakan untuk Component 1. Karena selain terlambat, juga ini pertama kalinya aku listening langsung bahasa Inggris dipenuhi perdebatan dan  istilah-istilah kedokteran. Hufft… dan cerita pun dimulai.

KOMPONEN 1


Aku baru menyadari…, tentunya mereka bisa disini karena mereka yang terbaik dari kampus mereka. Orang-orang ekstrovert yang cenderung saling mendominasi satu sama lain, kepala mereka dipenuhi ide & belum lagi dilatarbelakangi oleh kultur yang berbeda-beda. Tentu perdebatan takkan terelekkan dari pagi hingga tengah malam. Masalahnya perdebatannya tentang istilah-istilah kedokteran… obat yang dibutuhkan, tenaga medis, harga obat, dll. OMG what are they talking about?. This is why Psychology should be under medical department.

Ada Catherine dari Nigeria; Jordan, Morenika, dan Chidera dari Inggris; Fem, Iris, dan Lissane dari Belanda; Thom dari Vietnam; Omar dari Mesir; CT dari New Zealand, Hassan dari Sudan; Yara dari Palestina; Teresa dari Spanyol; Sidney dari Austria; Rejja dari Pakistan; dan Zee dari Saudi Arabia. Ditambah satu lagi fasilitator kami Nour dari Mesir.


Dari banyak negara-negara tersebut, Nour fasiltator kami mengomentariku yang dari jurusan psikologi, ketika hari pertama aku mengakui bahwa aku tidak mengerti satupun yang mereka bicarakan. “Hampir di semua negara, psikologi di bawah fakultas kedokteran, Maryam…” ujar Nour.

Aku tersenyum pasrah dan berkata, “In Indonesia, Psychology is under Social Science department. Even in my university, it’s under education faculty. I thought we can talk about something like mental health or social well-being, could we? Or maybe we can talk something about family planning which is also a part of SDG3?

Rada shock memang dan sakit hati juga (tidak lebih juga tidak kurang, hanya di luar ekspektasi ketika tidak ada satupun yang membicarakan kesehatan mental, kesejahteraan sosial, ataupun keluarga berencana padahal bagian dari SDG3.), Namun karena sudah terbang 31 jam. Dan menghabiskan ½ tahun semester pertama tahun 2016 untuk program ini… apa mau dikata, aku harus belajar blend-in dengan mereka. Ketika Zee merencanakan program “NGO berjalan” dan aku blend-in ide seputar lomba film dokumenter..

Zee menjelaskan project NGO berjalan.

Jadi itulah tamparan keras bagiku, oh, aku harus belajar atau aku takkan mengerti apapun yang mereka bicarakan selama 2 minggu disini. Dan untuk component 1 yang disusun selama 3 hari itu, aku sejujurnya tidak berkontribusi apapun. Ide tentang NGO berjalan dan film dokumenter dalam perjalanan itu ditolak akibat tidak realistis. Dan akhirnya component 1 memang harus sesuatu yang realistis sesuai dengan format yang diberikan oleh pihak Merit 360.

Ide komponen 1 ini sangatlah sederhana, yaitu  kampanye #WeENDemic. Tulisan #WeENDemic ditulis di atas telapak tangan dan diposting di media sosial seperti twitter. Ditulis pula nama virus yang ingin dilawan dan setiap orang boleh berbeda-beda. Juga ditulis negara dimana ingin mengakhiri virus tersebut, misalnya #WeENDemic #Nigeria. Karena mudah, simple, dan luas, akhirnya ide ini termasuk dinilai tertinggi oleh juri Merit 360 dibandingkan komponen yang lain.


Rejja menjelaskan #WeENDemic campaign.


KOMPONEN 2

3 hari selanjutnya kami memasuki komponen 2. Jadi setiap komponen disusun selama 3 hari 3 malam. Dan ide setiap komponen itu berbeda-beda. Kami pun diberikan sebuah format yang baru, yaitu partnership platform dan dengan siapa kami mau menjalin partnership untuk setiap komponen yang akan dijadikan final submission ke PBB.

Research organisasi Bill & Melinda Gates Foundation
Setiap anggota tim mengusulkan organisasi lokal dan organisasi internasional yang ingin diajak kerjasama. Banyak organisasi masuk list dan diantaranya yang aku usulkan bersama Catherine adalah Bill and Melinda Gates foundation untuk organisasi internasional. Selain itu Gifted Mom terpilih sebagai organisasi lokal yang terpilih untuk diajak kerjasama.

Wihiii… suaraku didengar. Aku menyanggupi membantu untuk bekerja sama dengan Bill and Melinda Gates, karena pengalaman ICFP 2016 kemarin di Nusa Dua Bali juga voting 15 ribu orang untuk 120 under 40 yang diusung oleh Bill and Melinda Gates. Selain itu juga pernah foto bareng bersama direktur utama Bill and Melinda Gates foundation. Yang sayangnya fotonya ada di tab temanku, Stiven Lim. Intinya gitu deh. Aku bilang, kita butuh uang dan Bill and Melinda Gates foundation butuh pemuda.

Voting  antara Gifted Mom & Bill Melinda
Namun di hari terakhir penyusunan komponen 3, ada instruksi baru dari Merit 360 bahwa hanya satu antara organisasi lokal atau organisasi internasional yang akan dipresentasikan di PBB. Melalui sistem voting, setiap anggota tim punya suara memilih organisasi yang mereka sukai. Dan aku termasuk mendukung Gifted Mom untuk dipresentasikan, bukan Bill and Melinda Gates. Meski kami tetap akan menjalin kerja sama sesuai dengan final-submission.

Component 2 selesai tengah malam.
KOMPONEN 3

Well, dari semua komponen, ini yang paling baper.

Dan tulisan ini akan menjadi tulisan paling baper sepanjang tahun 2016.

Berpikir bersama.
Kenapa? Karena disini, setiap orang punya ide masing-masing, yaitu proposal yang mereka bawa dari rumah. Dan aku pun punya proposalku sendiri tentang pembangunan shelter. Jika ini yang menjadi final-submission, tentunya kemungkinan untuk mendapatkan bantuan dana hibah dari Bill and Melinda Gates foundation akan lebih besar. Dan memang bukankah ini yang kucari dari? Dengan minimal grant yang Bill and Melinda berikan sejumlah $100.000 alias 1,35 Miliar rupiah sesuai tercantum di website?

Dari presentasi proposal setiap anggota tim yang terdiri 18 orang, tim SDG3 memilih 2 besar yaitu punyaku dan punya Catherine. Mereka mungkin tertarik setelah mengetahui bagaimana kesehatan mental juga penting, bukan hanya kesehatan fisik. Juga termasuk jarang dibicarakan selain maternal dan infant mortality.

Catherine menjelaskan SIMI project. Pertanyaan bertubi sesuai BMC.
Namun serius, aku harus belajar banyak dari Catherine. Dia adalah seorang dokter asal pedalaman Nigeria juga sudah sangat berpengalaman bertahun-tahun menangani kasus kematian janin dan bayi (maternal and infant mortality).  Dia mengerti bagaimana menjelaskan program hingga tingkat paling rinci seperti perekrutan volunteer melalui women leaders, obat-obatan apa saja yang akan dibeli, peralatan-peralatan dalam satu pack obat, dan bagaimana bekerjasama dengan organisasi lokal.

Dia juga mengerti betul kondisi di negara asalnya itu yang akhirnya memicu simpati dari semua tim. Dan akhirnya karena rincian program dalam format BMC (Business Model Canvas) yang terpenuhi itulah, tim Merit 360 akhirnya memilih program NGO di Nigeria bernama SIMI Project daripada project-ku.

Well, apa mau dikata. Baper sih baper kehilangan satu kesempatan untuk menyuarakan pentingnya kesehatan mental di PBB. Akibat ketidaksiapanku dalam rincian project melalui format BMC serta keterbatasanku menjelaskan istilah psikologi kepada 17 anak-anak kedokteran full bahasa inggris. My English is very limited, just you know. Tapi ini mudah-mudahan menjadi satu pembelajaran bagiku ke depannya.

Meski menyesal juga, kenapa sampai titik ini life-changing experience sebesar ini… aku masih harus belajar? Kenapaaaaa??? Kenapaaaa….??? Ketika project-ku bisa saja masuk final submission dan dipresentasikan di kantor pusat PBB. Akankah kesempatan kedua hadir kembali untukku?


Memang sih, meski seumur hidup kita takkan pernah berhenti belajar, karena hidup tak pernah berhenti mengajar.

Dan ya satu lagi… kalau kalian tahu kisah CEO yang tidak memecat pegawainya meski si pegawai sudah merugikan perusahaan jutaan dolar akibat kelalaiannya. Kita mungkin akan berpikir bahwa si pegawai akan dipecat, bukan? Bahkan si pegawai sudah mengajukan undur diri. Namun si CEO malah bilang, “Aku tak mungkin memecatmu. Karena aku sudah menghabiskan jutaan dolar untuk membuatmu belajar.” Catat kalimat itu Maryam Qonita! Ditebelin, distabilo, camkan teruss dalam benakmu!!

Dan perasaanku hari-hari itu mirip dengan si pegawainya saat itu. Dan inilah kontroversi di belakang alasan aku menunda tulisan ini berbulan-bulan.

Dalam hati, “Ya Allah…mudah-mudahan aku masih bisa di-akui sebagai anak oleh ummi dan abi meski tidak memenuhi harapan mereka… tugas anak itu berat ya, meski tugas orang tua jauh lebih beraaat…. dan bikin tugasku makin berat ketika mengetahui tugas orang tua lebih berat. Tapi ummi dan abi pasti punya hati seperti CEO kepada pegawainya itu kan ya? Aku percaya hati mereka jauh lebih besar.” (Nangis dalam hati).

Terus aku berdoa, melihat beberapa teman-temanku yang juga orang tuanya udah gak ada. Mudah-mudahan abi dan ummi diberikan kesehatan selalu, sampai aku bisa benar-benar membanggakan mereka, mengucapkan terimakasih, dan meminta maaf atas semua kesalahan yang telah kulakukan dan kekurangan yang ada padaku. Mudah-mudahan mereka terus sehat… bahkan hingga usia ratusan tahun sehat walafiat… Kalau udah gini baper…, dan baru kemarin nulis di grup whatsapp keluarga dengan penuh linangan air mata.

Tetap senyum paginya.
Besok harinya, aku mulai bisa move on dan melihat dari sisi positif. Aku rada senang juga, setidaknya aku mulai mengerti beberapa istilah medis yang menjadi bahan diskusi sepanjang hari hingga tengah malam itu. Termasuk mencari harga-harga obat di berbagai belahan dunia, dan mengenali berbagai istilah seperti anti-bleeding misoprostol, chlorhexidine dll.  Setidaknya ada yang bisa kukontribusikan.

Merancang costs of simi toolkit.
Aku juga bertugas merancang timeline kinerja SIMI project setahun kedepan dan masuk dalam tim penyusunan naskah pidato ke PBB. Karena hasil voting tim, SIMI project dengan segala rincian yang memenuhi format BMC nya itu, SIMI project lah yang akan dipresentasikan di PBB oleh perwakilan tim, Morenika.

Ketiga komponen pun selesai dirancang.


Final submission semuanya.

11 Hari di Indian Head Camp


Move on dari project sementara, ingin sharing sedikit tentang 11 hariku di Indian Head Camp. Sebuah camp outbond terbaik sedunia yang berada di daerah Equinunk Pennsylvania. Di tengah-tengah camp ada danau luas yang disebut “Reflection Lake” karena merefleksikan pemandangan di sekelilingnya seperti sebuah cermin. Disertai bilik-bilik sederhana di pinggir-pinggir danau.

Saat hari minggu tiba, aku sempat menghabiskan waktu seharian berjemur di tengah danau di atas perahu kayak. “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?” Menjernihkan pikiranku dengan riak tenang air danau dan desiran angin lembut…”

Pake kaos kaki koq.
The best moment I had in Pennsylvania.

Dan saat malam tiba, beuh.. serius cantik banget momennya. Apalagi ketika senja menyingsing disusul bintang-bintang bertaburan.


Di hari terakhir di Pennsylvania, saat baru saja selesai menyusun naskah pidato bersama tim. Aku ngobrol dan curhat bersama teman-teman sesama perempuan di tim SDG3. Curhat soal cowok sihh... Rejja sudah punya suami, dan suaminya menerima dia apa adanya sebagai pasien kanker yang bertahan hidup bahkan sebentar lagi menjadi dokter yang ingin memberantas kanker. Juga bagaimana Teresa jatuh cinta pada seseorang, dan mereka saling mencintai namun cowok tersebut sudah menjadi pacar orang lain. 

Ketika mereka bertanya padaku adakah orang yang kusuka, mereka gak percaya bahwa aku bahkan tidak menjalin komunikasi dengan orang itu. #GerakanAntiPacaran aneh juga mungkin bagi mereka.


“I don’t have a boyfriend and I don’t have any communication with someone I like. He decided to not make any communication with me. I don’t know the exact reason, maybe because you know, in Islam it’s prohibited.”

“But... how could you getting married with someone if you don’t know the person?” Tanya Teresa.

“That's the question! (I believe it too) At least, I have to know the person in advance before deciding to marry with him or another person. He must be someone I’ve known for years, either he is my friend or something, I will ask him a lot of things. I won't marry someone I don't know...”

Gak percaya bisa curhat sama bule. Wkwkwk.

Terus aku juga bersyukur karena pihak Merit 360 menyediakan dietary needs. Buat mereka yang vegetarian, atau gluten free, punya alergi, atau hanya makan-makanan halal. Dan makanan halal selalu menjadi pilihan.

Insyaa Allah Halal
Kembali ke New York untuk 3 hari terakhir program Merit 360. Ingat pembicaraanku dengan Thom ketika mengelilingi Amsterdam Ave street malam sebelum presentasi di PBB.

“You only eat halal? What is the difference of Halal with other foods?”
“Halal means they killed the animal differently and they didn’t hurt the animal.”
“How do you feel if you don’t eat halal?”
“I am not going in the psychological relax.”
“It’s like Allah… Allah.., right? He will punish you?”
“Yeah, exactly.”


TIM SDG3 UNJUK IDE DI PBB


Dan inilah titik puncak dari semuanya, satu hari kami di PBB. Aku bersama tim SDG3 mempresentasikan ide tentang SIMI Project di Nigeria. Sebuah NGO yang bergerak dalam mencegah kematian janin dan bayi melalui pendidikan ibu dan perekrutan women leaders di ranah akar rumput. Ide yang betul-betul nyaris sempurna disusun oleh Dr. Catherine dari Nigeria. Membuatku belajar banyak darinya tentang bagaimana sebuah proyek disusun sesuai format BMC.

8 jam kami berada dalam satu ruangan, mendengarkan sambutan-sambutan bahkan dari para petinggi PBB langsung dan dihadiri oleh para stakeholders. Mendengarkan presentasi dari setiap tim dan juga diskusi panel dari para aktivis sosial.


Beberapa temanku dari ICFP 2016 kemarin yang sampai sekarang masih menjalin komunikasi, beberapa di antara mereka bekerja di sini, entah di UN Women atau UNFPA atau di WHO. Tapi sayangnya karena sibuk sendiri akunya, padahal kami sudah janjian, tapi memang tidak ketemu. Ingat sebuah quote yang pernah kutemukan, dalam 5 tahun lagi siapa kita akan ditentukan oleh teman-teman kita dan buku yang kita baca.

Bersyukur punya teman-teman seperti mereka semua, menjalin network seluas-luasnya, bersyukur mengambil bagian kecil dari perubahan dunia menuju lebih baik, dan entah kenapa dalam hati merasa yakin… I promise to go back again… United Nations. 


United Nations Headquarters
Artikel Terkait

Comments
2 Comments

2 comments:

  1. Assalaamu'alaikuum warahmatullahi wa barokaatuh...

    Mohon maaf mengganggu Mbak. Saya Toto Suparmanto. Saya sedang menulis sebuah novel dan membutuhkan beberapa referensi tentang suasana saat presentase di PBB. Jika boleh saya mau menghubungi Anda untuk sedikit berbincang...
    Ini nomor saya
    082348885930

    ReplyDelete
  2. Assalamualaikum wr. Wb. .. Masya Allah apa-apa yang ditulis oleh Maryam Qonita ini sangatlah Inspiratif!. Saya berharap akan lebih banyak lagi pemuda-pemudi seperti Maryam ini di-Indonesia. Dan semoga segala semangat yang Maryam punya dapat lahir dan tumbuh disetiap Langkah yang kita punya.

    Dari saya, Terima kasih yang sebesar-besarnya untuk kak Maryam Qonita atas Kisahnya yang Sangat Inspiratif.

    Dan untuk kita semua, TETAP SEMANGAT!

    ReplyDelete

Jangan jadi silent reader, giliranmu bercuap-cuap ria.

Related Posts Plugin by ScratchTheWeb