Wednesday, September 22, 2010

Airen Part 2



Rumah Devon dan Rifki…

Devon sedang kuliah, Rifki dan Paman Michael sedang syuting film, sementara ibunya Devon, ibunya Rifki dan ayahnya Rifki sedang jalan-jalan mengelilingi London. Di rumah hanya ada Nida yang disuruh memasak kue ulang tahun untuk Rifki. Tapi sebenarnya, walaupun dia hebat memasak masakan khas Indonesia, Nida tidak bisa memasak kue!

“Aah… kuenya gosong!” seru Nida mengeluarkan kue bolu dari dalam oven. Seisi dapur bahkan penuh asap semua yang timbul dari dalam oven yang kepanasan. Nida begitu lelah sekarang. Sudah berkali-kali dia berusaha membuat kue ulang tahun, tapi kuenya tetap saja bantet dan bahkan gosong. Bentuknya tidak lagi seperti kue. Dia hanya menghabiskan bahan saja.

“Ini kenapa?” tanya Devon yang tampaknya baru pulang kuliah. Sontak, karena malu Nida melempar sendok ke arah Devon. Sendok itu pun mengenai kepalanya.

“Jangan kesini!” teriak Nida.

Devon berjalan menuju kompor dan mematikan apinya. “Apa yang sedang kau lakukan? Kau mau membakar rumah ini?”

“Aku hanya sedang membuat kue, tapi aku gagal.”

“Bukannya kata bibi Rina kau pintar memasak?”

“Kecuali kue.”

“Kenapa kau tidak bilang sewaktu makan malam kemarin?”

“Aku pikir aku bisa membuat kue seperti di buku resep ini.”

Devon menghela nafas. Dia melihat buku resep yang dimaksud Nida. “Jadi kau ingin memasak kue bolu ini untuk ulang tahun Rifki?” tanya Devon. Nida mengangguk.

Devon lalu melihat 2 kue bolu yang bantet dan gosong buatan Nida. “Seharusnya apinya jangan terlalu besar. Jika apinya besar, maka kuenya akan gosong, tapi dalamnya belum matang. Dan seharusnya kau memakai baking soda agar kuenya tidak bantet. Sewaktu dikocok dengan mixer pun harus dikocok dengan satu arah. Kau mengerti?”

“I.. iya..” ujar Nida bengong. Ternyata dia belum banyak mengerti. Dan pada akhirnya, Devonlah yang memasak kue bolu itu. Nida hanya disuruh mencuci peralatan bekasnya memasak saja.

“Pertama kali kau kesini, aku pikir kau bisu,” ledek Devon sambil mengocok adonan.

“Apa kau bilang?” tanya Nida yang sedang mencuci.

“Aku pikir kau bisu. Apa kau mau disebut boneka?”

“Apa?”

“Ibu Rifki bicara banyak padamu. Dia menjodohkanmu dengan Rifki dan kau hanya menurut saja tanpa mengemukakan pendapatmu sendiri. Apa itu namanya bukan seperti boneka?”

“Sebenarnya aku hanya tidak ingin memaksa Kak Rifki menyukaiku.”

“Bukan itu maksudku, apa kau benar menyukai Rifki? Jika kau tidak suka, seharusnya kau bilang saja kalau kau tidak suka.”

“Aku menyukainya.”

Devon terperangah. Tapi dia tetap bertahan stay cool. “Kenapa kau menyukainya?” tanyanya dingin.

“Itu karena sewaktu dia di pesantren, dia pernah berdiri di depan seluruh santri sebagai juara umum. Dia juga pernah memberikan pidatonya sebagai ketua MPS di depan seluruh santri dan guru-guru. Kalau aku benar menjadi istrinya, aku sangat beruntung.”

“Apa kau benar menyukainya hanya karena dia pernah berdiri di depan seluruh santri? Apa itu membuatmu bahagia?” tanya Devon dingin.

“Entahlah, aku juga tidak tahu.”
@@@

Sore itu, di apartemen Seiji…

Kyousuke sedang tidak ada. Pria itu mengaku harus pergi ke kantor FBI karena ada suatu urusan dan malam ini tidak pulang. Seiji memanfaatkan hal ini untuk bicara pada Jessica tentang penyakitnya.

“Hari ini aku ulang tahun, dan aku berencana untuk merayakannya,” ujar Seiji.

“Lalu? Apa yang bisa kubantu?”

“Dia akan datang. Dan kau berpura-puralah menjadi pacarku.”

“Apa? Itu tidak mungkin!” ujar Jessica.

“Kumohon! Aku bisa benar-benar hancur jika melihatnya menangisi kepergianku!” ujar Seiji. Jessica hanya diam. “Aku sudah putus asa sekarang. Dokter bilang kalau kemungkinan operasi ini gagal lebih besar daripada operasi ini berhasil. Apa kau merasakan apa yang kurasakan?”

Jessica terdiam sejenak. Matanya dan mata Seiji saling terpaku untuk sementara. “Aku hanya membantumu sekali saja, aku pulang,” ujar Jessica sembari mengambil jaketnya yang ditaruh di sofa. Dia lalu melangkah pergi.

“Berdandanlah yang cantik,” pinta Seiji.
@@@

Di pinggir danau…

Syuting video klip baru saja berakhir hari ini. Yi Jae menghampiri Rifki yang sebenarnya baru saja selesai sholat maghrib dan ingin memulai tilawah. Tapi Yi Jae datang dan membuat Rifki kembali menutup Al-Qur’an.

“Apa kau sibuk?” tanya Yi Jae.

“Tidak.”

“Boleh aku minta tolong lagi antarkan aku ke suatu tempat?” tanya Yi Jae.

“Aku bukan supirmu.”

“Tapi kau supir taksi.”

“Dimana manajermu?”

“Dia berkata kalau mobilku belum sepenuhnya betul.”

“Baiklah, ke tempat apa?” tanya Rifki.

“Malam ini pacarku ulang tahun, aku ingin kau mengantarkanku kesana.”

Rifki bangkit berdiri dan berjalan diikuti Yi Jae. Sebenarnya, Rifki sadar kalau hari ini juga adalah ulang tahunnya. Tapi toh dia tidak peduli. Sebelumnya juga, ulang tahunnya tidak pernah dirayakan.

Michael Murray melihat Rifki pergi bersama Yi Jae. Tapi dia tidak curiga apapun, dan berpikir kalau Yi Jae hanya minta diantar saja seperti kemarin. Rifki pasti pulang malam ini, pikirnya.
@@@

Malam hari, Apartemen Seiji…

Seiji membuka pintu setelah mendengar seseorang menekan bel. Dia Jessica yang malam ini cantik sekali dengan pakaian hitamnya. Dia juga melepaskan kacamatanya demi menuruti permintaan Seiji agar berdandan dengan cantik.

“Terimakasih kau telah menuruti permintaanku.” Seiji lalu berjalan menuju cermin. Dia sendiri memakai jas berwarna hitam. Ia menghadap ke cermin dan melihat wajahnya yang tampan. “Aku takut ini terakhir kalinya aku melihat cermin,” ujar Seiji narsis. Ia lalu mengambil botol obatnya dan menelan satu tablet. Lalu memasukkan botol itu ke dalam saku jas.

“Obat apa itu?” tanya Jessica.

“Untuk menghambatnya berkembang,” ujar Seiji. Ia lalu mengeluarkan sebuah kotak cincin dari dalam saku celananya. Dua buah cincin emas putih menunggu disana untuk dipakaikan ke jari sepasang kekasih. Seiji hanya menatapnya sambil bergumam, “Maafkan aku, Lee…”
@@@

Rumah Devon dan Rifki…

Rumah sudah dihias sedemikian rupa untuk menyambut ulang tahun Rifki. Sekeluarga berkumpul di ruang tengah dengan kue bolu berada di atas meja. Sudah lebih dari satu jam mereka menunggu Rifki pulang, tapi Rifki tidak juga pulang.

“Assalamu’alaikum,” ujar Michael Murray masuk ke dalam rumahnya. Dia melihat ekspressi sekeluarga yang rata-rata sama. Bosan dan pasrah menunggu.

“Walaikum salam,” jawab mereka lesu.

“Kau tidak bersama Rifki?” tanya ayahnya Rifki.

“Tidak. Apa dia belum pulang?”

Semuanya geleng-geleng kepala.

“Tadi aku melihatnya sedang mengantar Heo Yi Jae. Mungkin dia hendak mengantarnya pulang ke apartemen artis Korea itu. Mungkin dia akan datang sebentar lagi.”
@@@

Kolam renang apartemen Seiji…

“Disini pacarmu ulang tahun?” tanya Rifki.

“Iya. Terimakasih sudah mengantarku,” ujar Yi Jae.

“Sama-sama.” Rifki hendak pulang sekarang. Dia belum sholat isya.

“Tunggu, aku ingin memperkenalkanmu dengan teman-temanku. Setelah itu kau boleh pulang.”

“Lee!!” seseorang memanggil Yi Jae diantara puluhan orang yang datang ke ulang tahun Seiji tersebut. Dia adalah Da Dong yang sedang bersama Ryuzaki dan Cecilia. Siapa lagi kalau bukan mereka? Mereka bertiga pun langsung menghampiri Yi Jae.

“Hai Lee! Sudah lama kita tidak bertemu lagi,” ujar Da dong.

“Aku benar-benar tidak menyangka kau adalah Heo Yi Jae,” ujar Ryuzaki.

“Iya, pantas saja kau tidak pernah hadir di konser Heo Yi Jae di Jepang,” kata Cecilia.

Yi Jae hanya tersenyum melihat teman-teman SMU nya yang sudah dua tahun ini tidak bertemu. “Oh ya, kenalkan! Dia Rifki Mahatir, temanku.” Yi Jae memperkenalkan Rifki kepada teman-temannya. “Rifki, ini Da Dong, Ryuzaki, dan Cecilia,” ujar Yi Jae lagi. Rifki melihat Yi Jae sesaat. Jadi walau selama ini Rifki bersifat dingin, Yi Jae menganggapnya seorang teman.

“Kalian tiba disini kapan?” tanya Yi Jae.

“Baru tadi sore. Kita dengar Seiji hari ini ulang tahun,” ujar Cecilia menggunakan bahasa Inggris mengingat bahasa Jepangnya tidak lancar.

“Seiji? Apa yang kau maksud adalah Seiji Amano?” tanya Rifki.

“Iya. Ada apa?” tanya Cecilia.

“Kau mengenalnya?” tanya Yi Jae.

“Tidak. Aku hanya merasa pernah mendengar namanya,” ujar Rifki berbohong. Dia tidak mungkin berkata Seiji Amano adalah atasannya di FBI. Rifki mulai curiga Seiji yang dimaksud adalah Seiji Amano atasannya karena dia dengar dari teman-temannya di kepolisian, kalau Seiji atasannya itu ulang tahunnya sama dengannya.

Hey, tunggu. Rifki adalah seorang FBI???
@@@

Di rumah Devon dan Rifki…

“Nomornya tidak aktif,” ujar Devon yang sejak tadi hendak menelepon sepupunya itu.

“Saya juga tidak memiliki nomor Heo Yi Jae. Jika saya punya, saya bisa bertanya Rifki dan dia pergi kemana,” kata Michael Murray.

“Mungkin kita bisa pergi ke apartemen Heo Yi Jae dan bertanya padanya, paman,” kata Nida.

“Iya, kau benar. Aku akan kesana,” ujar Michael Murray.

“Aku ikut, ayah,” ujar Devon bangkit berdiri.
@@@

Pesta sudah dimulai. Alunan lagu pun sudah berputar. Sebagian orang berdansa di tepi kolam, dan sebagiannya yang lain mengobrol sambil menikmati hidangan. Hanya Rifki yang duduk menjauh dari pesta sambil membaca buku. Dia sengaja menunda pulang karena ada yang ingin dia tanyakan dengan Seiji. Tapi tidak mungkin bertanya sekarang, karena tampaknya Seiji sedang hanyut mengobrol dengan kekasihnya itu.

“Selamat ulang tahun, Seiji,” ujar Yi Jae.

“Yi Jae, ada sesuatu yang harus kau dengar.”

“Ada apa?”

“Maafkan aku. Tapi aku tidak pernah benar-benar mencintaimu,” ujarnya. “Aku mau menjadi pacarmu, karena kau adalah Heo Yi Jae yang terkenal itu,” ucapnya. “Aku sudah tunangan dengan gadis lain, dan aku mencintainya.”

“A..apa?” tanya Yi Jae dengan nada tercekat.

“Sekali lagi maafkan aku.” Seiji menarik tangan Jessica dan memperlihatkan cincin yang mereka kenakan di jari manis tangan kiri mereka.

“Aku harap kau mau mengerti,” ujar Jessica.

“Bohong, kau tidak pernah mengatakannya padaku selama ini kau sudah tunangan!” ujar Yi Jae masih tidak percaya.

“Aku tidak bohong.” Seiji langsung menyambar bibir Jessica di depan banyak orang. Mereka berciuman di depan Yi Jae! Yi Jae tidak menangis. Sama sekali tidak menangis. Dia hanya langsung pergi berlari dari tempat itu.

“Rifki, antarkan aku pulang,” pinta Yi Jae. Rifki hanya menurut. Ia menunda bertanya pada Seiji karena keadaan sudah menjadi sangat tidak enak.

“Yi Jae!” panggil Cecilia, tapi Yi Jae hanya terus berlari. Hatinya sakit… tidak pernah sesakit ini sebelumnya…

Da Dong dan Ryuzaki melotot tidak percaya ke arah Seiji. Saking kesalnya, Da Dong meninju pipi Seiji hingga orang itu jatuh ke kolam renang. Sumpah serapah menyembur dari mulutnya.

“Kau sangat beruntung bisa menjadi pacar Heo Yi Jae, kau benar-benar tidak tahu diri!”

“Dia sangat mencintaimu, apa kau tahu?” tambah Ryuzaki.

“Anggap saja kami tidak mengenalmu lagi!” bentak Da Dong lalu berjalan pergi. Seiji naik dari kolam renang dibantu oleh Jessica. Seluruh pakaiannya basah kuyup tapi ia tidak peduli. Sorotan mata undangan yang menatapnya jijik tidak lebih dia pedulikan daripada perasaan Yi Jae sekarang. Gadis itu pasti sedang sedih walau tidak ada air mata yang menetes di pipinya.

“Pesta ulang tahun bubar, kalian boleh pergi,” ujar Jessica. Orang-orang pun pergi sambil berceletukkan.

“Pengkhianat.”

“Benar-benar tidak tahu diuntung.”

“Aku tidak mau punya pacar seperti dia.”

Jessica mendekati Seiji dan menutup telinga Seiji dengan kedua telapak tangannya. “Jangan dengarkan kata mereka.”

“Ini adalah hal terbodoh yang pernah kulakukan,” ujar Seiji lalu menangis.
@@@

Devon dan Michael baru saja mendengar dari manajer Heo Yi Jae kalau Yi Jae belum pulang karena menghadiri ulang tahun pacarnya. Kemungkinan besar, Rifki bersamanya karena Go Min Sung, si manajer juga tidak bisa mengantar pulang mengingat mobil mereka sedang di bengkel. Kini, Devon dan Michael pun memutuskan untuk menunggu Rifki di selasar apartemen. Dia pasti datang mengantarkan Heo Yi Jae dengan taksinya itu.
@@@

Sebuah mobil taksi berhenti di depan bangunan apartemen mewah tempat Yi Jae tinggal. Yi Jae yang dari tadi menahan tangisnya akhirnya menangis juga. Air matanya tumpah.

“Seharusnya kau menangis dari tadi,” ujar Rifki.

“Terimakasih telah mengantarku, ini!” ujar Yi Jae memberikan beberapa pound pada Rifki.

“Kali ini gratis,” ujar Rifki tanpa melihat Yi Jae. Bukannya apa-apa, kan bukan mahram.

“Terimakasih.”

“Menangis itu seperti minum air setelah menahan pedasnya cabe rawit,” ujar Rifki. “Jadi kau harusnya menangis dari tadi.”

Deg! Rifki membelalak kaget. Yi Jae memeluknya!!! Erat banget lagi, sehingga Rifki kesulitan untuk melepas pelukan itu. “Astaghfirullah, bagaimana ini?” batinnya. Dia pun berusaha melepas pelukan itu. Pipinya merah dan pandangannya menunduk. Shocked.

“Kau boleh keluar sekarang,” ujar Rifki.

“Kau sangat dingin selama ini,” ujar Yi Jae lalu keluar dari taksinya Rifki. Gadis itupun berjalan memasuki apartemennya.

Sementara itu, Rifki membenamkan wajahnya ke kemudi mobil. Barusan tadi…, dia dipeluk oleh seorang wanita kafir yang bukan mahramnya! Dia pun memukul-mukul kepalanya sendiri sambil beristighfar. Jantungnya berdegup kencang.

Seseorang mengetuk kaca pintu mobilnya. Rifki menoleh, dan dia kaget melihat Devon dan ayahnya disana!!!
@@@


Terkait

Introduce Airen

Airen Part 1

Airen Part 3

Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment

Jangan jadi silent reader, giliranmu bercuap-cuap ria.

Related Posts Plugin by ScratchTheWeb